Laga Paling Ikonik: Drama, Kontroversi, dan Gol Bersejarah di Kualifikasi

Read Time:2 Minute, 26 Second

Laga Paling Ikonik: Drama, Kontroversi, dan Gol Bersejarah di Kualifikasi

Putaran final mungkin menawarkan trofi, tetapi babak kualifikasi seringkali menyajikan drama paling murni dan emosi paling mentah. Inilah panggung di mana nasib sebuah negara ditentukan dalam satu momen, satu gol, atau satu keputusan kontroversial. Berikut adalah beberapa pertandingan kualifikasi paling ikonik yang terukir abadi dalam sejarah.

Prancis vs. Bulgaria (1993): Mimpi Buruk di Paris

Prancis hanya butuh hasil imbang di kandang melawan Bulgaria pada laga terakhir untuk lolos ke Piala Dunia 1994. Hingga menit ke-90, skor masih 1-1. Namun, sebuah serangan balik cepat di detik-detik terakhir diselesaikan dengan sempurna oleh Emil Kostadinov, membungkam seluruh Parc des Princes dan menyingkirkan generasi emas Prancis yang diperkuat Eric Cantona dan Jean-Pierre Papin. Momen ini dikenal sebagai salah satu tragedi terbesar dalam sejarah sepak bola Prancis.

Jepang vs. Irak (1993): Tragedi Doha

Pada hari yang sama dengan laga Prancis vs Bulgaria, di Doha, Qatar, Jepang juga berada di ambang kelolosan pertama mereka ke Piala Dunia. Unggul 2-1 atas Irak hingga masa injury time, seluruh Jepang sudah bersiap untuk berpesta. Namun, sebuah sundulan dari Jaffar Omran menyamakan kedudukan, mengirim Korea Selatan lolos dan menghancurkan mimpi Jepang. Peristiwa ini dikenal sebagai “Tragedi Doha” dan menjadi pelajaran pahit yang memacu reformasi total sepak bola Jepang.

Argentina vs. Peru (1969): La Bombonera Membisu

Ini adalah satu-satunya saat Argentina gagal lolos dari babak kualifikasi. Bertanding di stadion keramat La Bombonera, Argentina butuh kemenangan atas Peru untuk lolos ke Piala Dunia 1970. Namun, Peru yang tampil heroik berhasil menahan imbang Albiceleste 2-2. Hasil ini menyingkirkan Argentina dan meloloskan Peru, sebuah pencapaian legendaris bagi sepak bola Peru.

Mesir vs. Aljazair (2009): Play-off di Medan Perang

Setelah finis dengan poin, selisih gol, dan rekor head-to-head yang identik, Mesir dan Aljazair harus melakoni laga play-off di tempat netral, Sudan. Tensi politik yang tinggi antara kedua negara membuat atmosfer pertandingan ini seperti medan perang. Bus tim Aljazair sempat diserang di Kairo beberapa hari sebelumnya. Dalam laga yang sangat keras, Aljazair menang 1-0 berkat gol voli spektakuler Antar Yahia, memastikan tiket ke Afrika Selatan dan memicu perayaan liar di Aljazair.

Australia vs. Uruguay (2005): Akhir dari Kutukan 32 Tahun

Setelah berkali-kali gagal di babak play-off antar-konfederasi, Australia akhirnya memecahkan kutukan mereka. Kalah 1-0 di Montevideo, Socceroos berhasil menang 1-0 di Sydney, memaksa pertandingan dilanjutkan ke babak adu penalti. Kiper Mark Schwarzer menjadi pahlawan dengan dua penyelamatan gemilang, sebelum John Aloisi mengeksekusi penalti penentu yang mengirim seluruh Australia ke dalam euforia dan memastikan tempat mereka di Piala Dunia 2006 setelah 32 tahun absen.

Kesimpulan

Pertandingan-pertandingan ini adalah bukti bahwa Kualifikasi Piala Dunia bukanlah sekadar babak pemanasan. Ia adalah sebuah turnamen dengan haknya sendiri, penuh dengan narasi kepahlawanan, patah hati, dan momen-momen yang akan diceritakan dari generasi ke generasi. Drama inilah yang membuat perjalanan menuju Piala Dunia sama menariknya dengan tujuannya itu sendiri.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Tuan Rumah Kualifikasi: Berkah Dukungan Suporter atau Beban Tekanan?
Next post Dampak Ekonomi Kualifikasi: Pesta Lokal, Beban Finansial?